TUGAS SOFTSKILL PKN
MAKALAH
YANG TERKAIT DENGAN REFORMASI YANG DAPAT MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN
MENGANGKAT HARKAT MARTABAT BANGSA
TUGAS
SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DISUSUN
OLEH :
AGISTA
PRATIWI
10213325
2EA14
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KATA
PENGANTAR
Puji
serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas
Pendidikan Kewarganegaraan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu saya juga mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.
Hormat
Kami
Agista Pratiwi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………….. i
Daftar Isi………………………………………………………………………… ii
Pendahuluan
1. Latar
Belakang…………………………………………………… .......
1
2. Maksud
dan Tujuan…………………………………………………… 2
3.
Ruang Lingkup ………………………………………………………..
2
Pembahasan Pembinaan Kebangsaan Indonesia
1. Reformasi...……………………………………................................... 3
2. Bentuk reformasi…………………………………………………...... 3
3. Sebab-sebab lahirnya reformasi……………………………………… 6
4. Solusi kembali pada kebesaran
negeri ini pasca reformasi………...... 12
5. Beberapa Cara Untuk Merubah dan
Memperbaiki Nasib Bangsa Kita.. 13
Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………....... 14
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Reformasi secara umum berarti perubahan
terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Reformasi dapat pula
diartikan sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap
kurang atau tidak baik tanpa melakukan perusakan-perusakan pranata yang sudah
ada.Pranata yang dimaksudkan disini adalah sistem tingkah laku sosial yang
bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu,
dan seluruh perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas manusia didalam
masyarakat. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada
gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto
atau era setelah Orde Baru.
Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai
dengan mundurnya Presiden Soeharto dan kursi kepresidenan dan digantikan oleh
wakil presiden Prof Dr. BJ. Habibi pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan
Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan
membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta
menata system ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan
perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.
Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan,
persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas
krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum,
dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan
reformasi.
MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun
maksud dan tujuan saya dalam pembuatan makalah ini, adalah agar kita dapat
mengetahui apa yang dimaksud dengan Reformasi dan bagaimana prosesnya sehingga
dapat mempengaruhi perjalanan bangsa ini
RUANG LINGKUP MASALAH
Adapun ruang lingkup
permasalahan yang dibahas pada makalah kali ini adalah sebagai berikut.
a.
Hakikat Reformasi
b.
Bentuk Reformasi
c.
Sebab munculnya Reformasi
BAB
II
PEMBAHASAN
REFORMASI
PENGERTIAN REFORMASI
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai
jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang
tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan tersebut.
Dengan
semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan
nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua
itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan
damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang
penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat
segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat
Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional
adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
REFORMASI DI BAGI DALAM 3 BENTUK :
1. Reformasi
Prosedural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan
pada tataran normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk
otoriter menuju aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik
harus menjamin adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas
politik. Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan
kesempatan masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif
dari identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus
melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan
penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada
konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan
reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah
banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan
(amandemen).
Undang-Undang
No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik
telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi
asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua
undang-undang tidak mungkin
Undang-Undang
No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik
telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi
asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua
undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era
reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning
pola relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman
Hakim dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era
reformasi, negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk
melakukan usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap
negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi
prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital,
rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini
reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan
rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat
tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di
eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
2. Reformasi
Struktural, adalah tuntutan perubahan institusional
negara dari birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang
hirarkis, sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang
responsif, penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan
istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan
ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia
telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural
yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan
langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis
primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan
kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional.
Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah
12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum
Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan
Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki
kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi
dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi),
mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama
dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan
mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin
dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya,
komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan
membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki
proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran
birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu
birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
3. Reformasi
Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir,
cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan
menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk
mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas.
Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah
sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer,
reformasi prosedural dan kultural adalah hadwernya, reformasi kultural
adalah sofwernya. Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan komputer yang
baik.
SEBAB-SEBAB LAHIRNYA REFORMASI
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pokok merupa-kan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun,
persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang
mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan
hukum. Pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun,
ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melak-sanakan cita-cita orde baru.
Pada awal kelahirannya tahun 1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Orde
baru adalah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun
dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru banyak melakukan penyimpangan terhadap
nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang
sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan
legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu telah
melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan
reformasi, seperti:
1. Krisis
politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan
puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru. Berbagai
kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan
dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebe-narnya terjadi
adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan
kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan orde baru
bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian,
yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat,
melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pemerintahan
orde baru selalu melakukan intervensi terhadap ke-hidupan politik. Misalnya,
ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri
sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi
sebagai ketua PDI. Keja-dian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri
mulai memanas. Namun, pemerintahan orde baru yang didukung Golongan Karya
(Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah
dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun
sebelumnya. Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah orde baru
sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal
2 UUD 1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat'. Namun dalam kenyataannya,
kedaulatan ada di tangan seke-lompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur
dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan
ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat dekat para
pejabat negara. Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya
masya-rakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan
itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang dipelopori para
mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum cendekia-wan. Mereka
menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet,
menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan reformasi total dalam segala bidang
kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN. Di
samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap
lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan.
Keadaan partai-partai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan
memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional selama pemerintahan
orde baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Bahkan, pembangun-an nasional telah
mengakibatkan terjadinya ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial.
2. Krisis
hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan orde baru
tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah
melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk
melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan
penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.
Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan
bahwa 'kehakiman me-miliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari
kekuasaan pemerintah (eksekutif)'.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para
mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat
ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan dalam
kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan
yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa
menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan
kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya kehidupan yang
demo-kratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan
kesalahannya.
3. Krisis
ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara
sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata,
ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia.
Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun
dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan
Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi
Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar.
Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan
eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi
moneter Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi
pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat
mem-berikan hasil karena pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar.
Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung
beban hutang yang sangat besar. Di samping itu, kepercayaan dunia internasional
terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah.
Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang ketat dan bunga
bank tinggi guna membangun kepercayaan dunia internasional. Namun, krisis
moneter tetap tidak dapat diatasi. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar
hutang-hutang luar negerinya, meskipun telah jatuh tempo. Oleh karena itu,
beberapa perusahaan harus mengurangi kegiatannya dan sebagian lagi harus
menghentikan kegiatannya sama sekali. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK)
terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli
masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya
semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi
perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat
persediaan sembako semakin menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya,
harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda
beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur,
dan beberapa daerah di pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah
meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana
dari IMF belum dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal
15 Januari 1998.
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi,
seperti:
- Hutang Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipim-pin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah menca-pai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta menca-pai 73,962 dollar Amerika Serikat.
- Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah orde baru ingin men-jadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan kon-sekuen.
- Pemerintahan Sentralistik. Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga peme-rintah daerah tidak dapat mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam menga-tasi krisis ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.
4. Krisis
sosial
Krisis
politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya
konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada
meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang
berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya
demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekono-mian
Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran,
persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya
beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Krisis
sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu karena sebagian
besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para
mahasiswa dan para cende-kiawan dengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah
melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para maha-siswa telah
mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan
demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi
yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan,
rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah
mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke
luar negeri dengan alasan keamanan.
5. Krisis
kepercayaan
Krisis
multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah
dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum
dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah gencar
dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi
mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta.
Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan,
setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana,
Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan
para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit
jumlah, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para
demonstran.
Pada
waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang menghadiri KTT G-15 di
Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1998,
Presiden Suharto kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar Presiden
Suharto mengundurkan diri. Bahkan, beberapa kawan terdekatnya men-desak agar
Presiden Suharto segera mengundurkan diri. Dengan demi-kian, tuntutan
pengunduran diri itu tidak hanya datang dari para maha-siswa dan para oposisi
politiknya.
Kunjungan
para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk mengadakan dialog dengan
para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi mimbar bebas. Para mahasiswa lebih
memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat itu, sebelum tuntutan reformasi
total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa tersebut mendapat tanggap-an
dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan
DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Namun,
himbauan pimpinan DPR/MPR agar Presiden Suharto mengundurkan diri dianggap
sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI. Oleh karena itu, ketidakjelasan
sikap elite politik nasional telah mengundang banyak mahasiswa untuk
berdatangan ke gedung DPR/MPR.
Untuk
menyikapi perkembangan yang terjadi, Presiden Suharto mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian,
Presiden Suharto mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, perombakan
Kabinet Pembangunan VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan
kembali. Namun, usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
sebagian besar orang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi dan seorang
menteri menyatakan mundur dari jabatannya. Keadaan itu merupakan bukti bahwa
Presiden Suharto telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa,
aktivis LSM, pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat,
maupun dari kawan-kawan terdekatnya.
Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto
menyatakan mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan
kekuasaan kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie
diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang
baru di Istana Negara.
Solusi kembali pada
kebesaran negeri ini pasca reformasi
Untuk menumbuhkan pohon
bangsa yang subur dan berbuah serta tidak berhama, kita harus mengkaji,
menganalisa dan memperbaiki dari akar pohon tersebut sebagai penyebab berdiri
dan runtuhnya pohon tersebut.
Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa ini.
Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa ini.
Fungsi
pohon legislatif (DPR-MPR)
Untuk penyelesaian dan
perbaikan bangsa adalah bagaimana peran legislatif untuk merubah hukum produk
luar digantikan menjadi hukum nurani kita yang bersumber pada kehidupan madani
tatatentrem kertoraharjo, silih asah silih asih silih asuh dimana hukum kita
mestinya hanya bersumber pada teguran dan pembinaan di bawah pengawasan
perwakilan sesuai idiologi bangsa ini dan tidak menghukumi yang sifatnya
memenjarakan, dimana status manusia, kita samakan dengan fungsi hukuman
terhadap binatang, dimana manusia bangsa ini direndahkan oleh aturan bangsanya
sendiri.
Fungsi
dahan dan ranting pohon eksekutif (pemerintahan)
Dalam penegakan wibawa
dan pengayoman mengurus dan menata kehidupan berbangsa, saya sarankan
pemerintah mengadakan upacara ritual untuk menyampaikan penghormatan, pengakuan
dan rasa terima kasih kepada seluruh unsur yang mendorong menjadikannya Negara
ini berdiri dan diakui oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini perlu dilakukan agar
seluruh komponen pemerintahan tidak terkutuk dan kena imbas nasib para
pendorong pendiri negara ini. Dimana saya melihat nasib seluruh pimpinan Negara
dan jajarannya dari yang terdahulu sampai saat ini seperti mengalami nasib
serupa, dimana setelah berkarya besar di dalam peran kepemimpinannya diakhiri
oleh nasib yang dicampakkan, ibarat habis manis sepah dibuang. Dimana hal ini
menunjukan citra pemerintahan Negara ini kurang baik atas hal itu. Insya Alloh
apabila norma penghargaan tersebut telah dijalankan, akan lahir dan terlihat
pemerintahan yang baik dan direstui, yang sepatutnya setiap orang yang telah
berperan dipemerintahan mendapat penghargaan dan penghormatan yang
layak.
Beberapa Cara Untuk Merubah dan Memperbaiki Nasib Bangsa Kita
1.
Jadi Orang Baik, Beriman dan
Bertakwa
Negara kita sudah terlalu banyak
penjahatnya sehingga sebaiknya kita menjadi jagoan karena lebih terhormat dan
membanggakan. Ikuti aturan agama dan selaraskan dengan hukum pemerintah yang
berlaku.
2.
Menguasai IPTEK Yang
Bermanfaat Lalu Praktek Membangun
Untuk mempercepat pembangunan dan
pengentasan segala permasalahan bangsa dibutuhkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang tinggi yang bersifat positif. Hindari resiko dampak negatif yang
dapat merusak bangsa kita pada sisi lain. PR pertama kita adalah kebutuhan dasar
yang mendesar seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, pangan, dsb. Pembanguan
sebesar-besarnya dilakukan untuk kepentingan rakyat banyak.
3.
Menjadi Kreatif Yang Positif
(Berfikir Di Luar Batas)
Percuma menguasai iptek tanpa punya
kemampuan tinggi dalam kreativitas agar dapat tampil beda atau bahkan lebih
unggul dari bangsa-bangsa yang lain. Ciptakanlah hal-hal baru yang positif yang
dapat membantu membangun bangsa dan negara indonesia.
4.
Menjadi Pemimpin (Teladan)
Atau Penyokong Yang Baik
Untuk memperbaiki nasib kita harus
mengambil alih kekuasaan dari tangan oknum yang jahat kepada kita orang-orang
yang baik. Setelah memimpin jadilah teladan bagi semua rakyat jangan
mementingkan kepentingan sendiri dan golongan. Jika tidak mampu menjadi
pemimpin minimal paling tidak menjadi tim sukses di belakang layar pemimpin
yang handal, jujur, adil, berwibawa, cerdas, sopan santun, agamis, cinta tanah
air, dsb.
5.
Tularkan Ini Kepada Orang
Lain Terutama Generasi Muda
Generasi muda tidak boleh meniru
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Sejarah sangat
penting untuk dipelajari agar tidak terperosok dalam jurang yang sama. Generasi
muda super yang sedang tertidur lelap harus segera kita bangungkan agar bangsa
ini dapat maju pesar ke arah yang jauh lebih baik dengan berbagai metode
seperti pendidikan, doktrin halus lewat media massa, lewat dakwah agama, lewat
orang tua, lewat suriteladan, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Kesulitan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama
lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba.
Banyak faktor yang mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan
politik, ekonomi, dan hukum. Beberapa
Cara Untuk Merubah dan Memperbaiki Nasib Bangsa Kita , antara lain : Jadi
Orang Baik, Beriman dan Bertakwa ; Menguasai IPTEK Yang Bermanfaat Lalu Praktek
Membangun ; Menjadi Kreatif Yang Positif (Berfikir Di Luar Batas) ; Menjadi
Pemimpin (Teladan) Atau Penyokong Yang Baik ; Tularkan Ini Kepada Orang Lain
Terutama Generasi Muda.
DAFTAR
PUSTAKA
Jawab pertanyaan
berikut : dalam bentuk tulisan bebas dengan judul sesuai pertanyaan.
1. Apa arti dan makna reformasi yang di
harapkan ?
Jawab
:
Arti
reformasi gerakan moral yang bertujuan untuk menata perikehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berda-sarkan Pancasila, serta
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).
Makna reformasi adalah yang paling
mulia, bukan keadilan atau kemakmuran masyarakat, tetapi bahwa masyarakat
menjadi makin baik. keadilan dan kemakmuran sangat penting. Tetapi lebih
penting lagi adalah struktur sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik yang
menguntungkan perilaku yang baik dan merugikan perilaku yang jelek. Menurut
pandangan saya, orang Indonesia sudah mempunyai masyarakat yang baik di antara
yang paling baik di dunia.
2. Apa yang harus kita perbuat dalam
membangun bangsa dan negara menuju tujuan nasional ?
Jawab
:
Untuk mencapai
tujuan nasional bangsa Indonesia, kita harus mampu menumbuhkan rasa kebangsaan
dan menumbuhkan paham kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita – cita atau
pemikiran –pemikiran bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa
lain (jati diri). Paham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila
sebagai pandangan hidup, faslafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara
dan sekaligus ideologi negara. Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan
semangat kebangsaan yaitu semangat untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan
semangat untuk menjungjung tinggi martabat bangsa.
3. Dalam mengeluarkan pendapat apakah
batas – batas yang harus dijaga, supaya tidak menggangu stabilitas nasional ?
Jawab :
a. Mengatakan hanya kebenaran yang
sesuai dengan fakta
b. Menghindari kata – kata tertentu
yang dpat mengangu ketertiban umum
c. Menghindari kata – kata yang mengajak
orang lain untuk melakukan tindak kriminal
Ketiga katagori ini merupakan
pegangan dalam penilaian apakah penyalahgunaan kebebasan pendapat telah di
jalankan atau belum. Mengenai kebenaran bahwa tuduhan merupakan pernyataan yang
dapat mengangu ketertiban karna dapat memberikan kesan lain yang tidak
sebenarnya.
4. Faktor – faktor apakah yang
mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini ?
Jawab
:
Pergerakan
Reformasi yang dicetuskan pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir
seluruh aspek dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem
Politik, pemerintahan, ekonomi, bahkan pendidikan mengalami perubahan yang
cukup fundamental sejak pergerakan yang mampu mengakhiri eksistensi rezim
Soeharto tersebut menegaskan diri di Indonesia. Dengan perubahan-perubahan
tersebut, mencuatlah harapan dan keinginan dari semua pihak untuk memajukan
(kembali) kehidupan bangsa sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding
fathers kita dalam Mukadimah UUD
1945.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada sistem pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu mengalami dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia memberlakukan sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi alat bagi pihak asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian, Indonesia memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet parlementer. Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya friksi dan pertentangan antarfaksi di parlemen.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada sistem pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu mengalami dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia memberlakukan sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi alat bagi pihak asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian, Indonesia memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet parlementer. Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya friksi dan pertentangan antarfaksi di parlemen.
Pertentangan
yang jelas terlihat pada PNI yang berideologi marhaen, PSI yang berideologi
sosial-demokrat, PKI yang berideologi sosial-komunis, dan Masyumi yang
berideologi Islam. Akan tetapi, keadaan tersebut semakin diperparah oleh sikap
Presiden Soekarno yang mendeklarasikan diri sebagai dktator melalui dekrit 5
Juli 1959. Alhasil, Demokrasi terpimpin dengan jargon-jargon seperti Manifesto
Politik Indonesia (Manipol), UUD ’45, Sosialisme, Demokrasi (Usdek), dan
Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom) berkuasa sampai G30S/PKI menumbangkan
kekuasaan tersebut.
Pada era orde
baru, sistem pemerintahan presidensil yang ketat di satu sisi dapat membawa
stabilitas politik di Indonesia. Akan tetapi, tindakan Soeharto di pertengahan
masa jabatannya ternyata tidak jauh berbeda dengan Soekarno, hanya ingin
berkuasa dengan berbagai kepentingan di dalamnya. Doktrin P4 dan Asas tunggal
Pancasila diberlakukan. Hasilnya, HMI harus mengalami perpecahan menjadi PB HMI
yang menerima asas tunggal dan HMI MPO yang menolak. PII yang merupakan “adik”
HMI dengan tegas menolak asas tunggal dan akhirnya menjadi organisasi bawah
tanah.
Penangkapan
aktivis terjadi di mana-mana, mulai dari Tanjung Priok sampai Talangsari
Lampung. AM Fatwa, Wakil Ketua MPR-RI sekarang adalah satu dari aktivis yang
ditangkap akibat sikap represif aparat orde baru. Dalam audiensi pimpinan
MPR-RI dengan mahasiswa
5. Bagaimana pendapat anda kebebasan
berbicara yang terjadi akhir –akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana
semestinya ?
Jawab :
Kebebasan mengeluarkan pendapat
adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian pendapat
di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai,
rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara
dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat perundang-undangan
dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada dasarnya dimaksudkan agar
setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan secara bebas dan
bertanggung jawab.
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Komentar
Posting Komentar